Senin, 07 November 2011

Makalah Peranan Gender Dalam Masyarakat

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME.  Atas berkat-Nya lah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan tentang gender.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan. Penulisan ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan.
Metro, November 2011

Penulis




DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................. 1
B.     Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Memahami Arti Gender Secara Umum........................................................ 3
B.     Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masyarakat...................... 4
C.     Bentuk ketidakadilan Gender Marjinalisasi atau Pemiskinan...................... 5
D.    Isu Gender dalam Hukum Adat ................................................................. 6
E.     Isu Gender dalam Perundang-undangan .................................................... 7
F.      Gender dalam Tinjauan Ilmu Sosial ............................................................ 8
BAB III  KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang

               Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
               Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
               Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.

B.   Tujuan Pembuatan Makalah

               Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1)    Sebagai tugas akhir perkuliahan Ilmu Sosial Budaya Dasar
2)    Memahami arti gender secara umum
3)    Mengetahui masalah gender dalam perilaku sosial budaya di masayarakat



BAB II
PEMBAHASAN


A.      Memahami Arti Gender Secara Umum

               Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia.
               Istilah yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.
               Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat1). Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
               Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857), Herbart Spincer (1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
               Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

B.     Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat

               Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum ( baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum hukum adat ). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
               Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan lain-lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum femins berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.
               Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidak adilan gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor.  Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain.  Sebenarnya masalah gender sudah ada sejak jaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah lama yang sulit untuk di selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai pihak yang bersangkutan.
               Budaya yang mengakar di indonesia kalau perempuan hanya melakukan sesuatu yang berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun yang sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atao dikriminasi gender yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, shingga mereka tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai gerakan untuk melawan bbias gender tersebut. Saat ini banyak para wanita bangga merasa hak nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA KARTINI padahal mereka dalam media masih di jajah dan di campakan seperti dahulu.

C.     Bentuk bentuk ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan

               Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin perusahaan menjadi eksmud. Dan sebaliknya banyak para wanita yang digambarkn sebagi pembantu rumah tangga TKW ataupun pengemis, sebenarnya secra tidak langsung membedakan dan mentidak adilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para wanita tidak merasa di tindas..
               Subordinasi atau penomorduaan Ialah Sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul. Hal ini berkeyakinan bahwa kalu ada laki laki kenapa harus perempuan.
               Fenomena ini sering terjadi dalam film, yaitu ketika peran eksmudd yang selalu di perankan oleh pria, jika ada wanita yang berperan seebagai eksmud pastilah dia akan bermasalah dan selalu tidak sesukses pria. Sebenarnya hal ini memag tidak terlalu bnyak di perhitungkan karena ini seperti menyutikan racun pada tubuh. Sedikit sedikit media (film) mengkonstruk budaya pria selalu didepan.
               Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan. Setreotipe ini biasa juga menjadi pedoman atau norma yang secara tidak lagsung diterapkan oleh berbagai masyarakat. Contoh streotipe ialah wanita perokok itu dianggap pelacur, ppadahal belum tentu ia pelacur pandangan yang seperti inilh yang selalu menyudutkan kaum wanita.  Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini menjadiakn suatu belenggu pada kaum wanita.

D.     Isu Jender Dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum Waris)

               Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.

               Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat  dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.

E.      Isu Jender Dalam Perundang-Undangan

               Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indoesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D, 45 akan tetapi realisasi pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan.

               Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin. Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.

               Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah diskriminasi terhadap perempuan atau wanita adalah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat peraturan perundang-undangan yang bias jender seperti Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lainnya.

F.      Gender Dalam Tinjauan Ilmu Sosial
Ditinjau dari teori evolusi, sejarah gender ini sebenarnya telah berlangsung lama, meskipun istilah gender belum dikenal saat itu. Sejak jaman pra sejarah perempuan dan laki-laki mempunyai peran tersendiri, namun dalam hal kebijakan laki-laki sangat dominan dan seiring dengan perkembangan jaman peran perempuan semakin meluas di segala sisi. Keterpurukan peran perempuan pada beberapa zaman seperti jaman jahilia di Jasirah Arab juga menggambarkan betapa perempuan pada jaman dahulu dipandang sebelah mata.
Kesamaan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya ‘emansipasi’ di tahun 1950 dan 1960-an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesamaan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Berkaitan dengan itu dikembangkan berbagai program pemberdayaan perempuan, dan mulai diperkenalkan tema Women In Development (WID), yang bermaksud mengintegrasi perempuan dalam pembangunan. Setelah itu, beberapa kali terjadi pertemuan internasional yang memperhatikan tentang pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD).
Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan ‘The Millenium Development Goals’ (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Dengan demikian, gender adalah perbedaan peran, sifat, tugas, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat, dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Dari tinjauan teori konflik, gender menimbulkan banyak benturan. Mulai dari keluarga dimana beberapa suami merasa dengan emansipasi perempuan dalam kebijakan, menimbulkan suami menjadi “kecil” dimata isteri belum lagi istri yang tidak menghiraukan keluarga karena kesibukan di luar rumah yang timbul akibat “gender” dan beberapa persoalan yang mendatangkan rasa tidak nyaman bagi suami/laki-laki dalam lingkungan keluarga. Di Pemerintahan kita banyak melihat PNS wanita yang lebih banyak menganggur daripada bekerja. Umumnya mereka lemah dalam penguasaan komputer sehingga tidak optimal dalam mengerjakan pekerjaan administrasi perkantoran. Padahal potensinya begitu besar kalau kita dapat memberdayakannya. Ada pula cerita tentang seorang perempuan yang baru ikut kursus penyetaraan gender, dan dengan menggebu-gebu dia menceritakan persamaan hak pria dan wanita. Lucunya begitu giliran buat laporan. eh dia pasrah sama pria rajin teman kursusunya.
Secara sosiologis, ada 2 konsep yang menyebabkan terjadinya perbedaan laki-laki dan perempuan:
a.    Konsep nurture : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.
b.    Konsep nature : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima.
Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender. Agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak-adilan gender ini berdampak pula terhadap laki-laki.
Pengetahuan dan pengalaman kaum perempuan dihadirkan sebagai jalan untuk menghargai kemanusiaan perempuan. Dengan cara semacam ini pula subjektivasi dapat dilakukan khususnya dengan membiarkan perempuan bercerita dan mengungkapkan ekspresinya secara bebas dengan nilai dan ukurannya yang disusun sendiri. Dalam hal ini tataran dan pemaknaan suatu simbol atau isyarat yang diberikan oleh kaum perempuan harus dibedakan pada unit individu, rumah tangga dan keluarga atau bahkan institusi dengan struktur hubungannya sendiri-sendiri. Derajat otonomi perempuan dalam mengekspresikan dirinya sangat berbeda antara satu unit dengan unit lain. Unit-unit itu pula yang mendefinisikan berbagai bentuk hubungan gender yang hadir secara empiris. Diperlukan pemahaman teori-teori gender secara lebih rinci. Meneliti perkosaan sebagai suatu tindak kekerasan tidak akan kaya dengan nilai-nilai perempuan di dalamnya atau tidak akan sensitif dengan isu hubungan gender jika mengambil teori konflik, misalnya. Analisis akan bernuansa gender dalam aspek pengambilan kebijakan jika teori struktur dan fungsi atau teori pertukaran sosial yang dipakai.


BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1)    Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual atau jenis kelamin pada manusia.
2)    Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat meliputi:
a.    Ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
b.    Subordinasi atau penomorduaan
c.    Sikap negatif masyarakat terhadap perempuan
d.    Isu gender Dalam hukum Adat
e.    Isu Jender Dalam Perundang-Undangan




DAFTAR PUSTAKA


Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Muchtar, Yati. 2001. Gerakan Perempuan Indonesia Dan Politik Gender Orde Baru. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, No. 14
Soewondo, Nani. 1984. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masyarakat. Ghalia: Indonesia, Jakarta
Soekito, Sri Widoyatiwiratmo. 1989. Anak Dan Wanita Dalam Hukum. LP3ES: Jakarta
Undang-Undang Dasar. 1945. Apollo: Surabaya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gender    

0 komentar:

Posting Komentar

 
Templated By : Maskolis
Redesigned And Developed By : Kurniawan Adalah Newbie
Copyright © 2012. CahyaCyber - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger